Monday, May 17, 2010
Kisah Pedagang Gorengan Berlaba 90-120JT
Kisah Pedagang Gorengan Berlaba 90-120JT
Penjual makanan ini dikenal oleh orang Bandung dengan dua suku kata;
Gorengan Cendana. Sebuah tenda kaki lima menjual pisang, nanas, combro dan
bala-bala goreng, dengan letaknya di Jalan Cendana. Apakah yang membuatnya
istimewa?
"Kulit gorengannya garing dan bikin ketagihan. Rasanya khas jadi nggak
bosen-bosen," tutur Wiwi (22), seorang pembeli menuturkan pengalamannya.
Yusuf Amin (53) pria digambar disamping, dikenal sebagai pemilik Gorengan
Cendana, mengatakan rahasia gorengan buatannya memang sengaja dibuat kering
dan warnanya agak kecokelatan. Makanannya memang lebih pas diwaktu masih
hangat. Tapi, kata Yusuf, Gorengan Cendana dalam keadaan dingin pun akan
tetap nikmat. [detikbandung]
Yah kisah tentang Pak H.Yusuf Amin yang akan saya coba berbagi untuk para
pembaca. Yusuf Amin (54). Pemuda asal Cirebon (21) yang tidak lulus SD
menikah dengan gadis yang bernama Sumarni (14), dengan hanya bermodalkan
tekad Yusuf Amin muda terusberjuang mencari sesuap nasi, untuk menghidupi
sang istri tercinta.
Ketika sang Istri mengandung, sawah di daerahnya banyak yang kering karena
kemarau. Yusuf yang sehari-hari membantu orang tuanya yang sebagai buruh
tani pun menganggur. Tak tahan menganggur, Yusuf pun memutuskan untuk
merantau ke Bandung pada tahun 1975. Dengan bekal Rp. 500 untuk ongkos naik
bis, ia akhirnya pergi ke Bandung untuk mencari nafkah bermodal doa dari
istri, mertua dan orang tuanya."Saya pertama ke Bandung minta restu orang
tua, pidua'na (bahasa sunda artinya meminta doanya) supaya hidup saya
berkah. Waktu itu saya tidak minta harta. Itu mungkin dinamakan rejeki
berkah. Pendapatan sedikit, tapi cukup untuk yang lain. Apalagi pendapatan
banyak" kata Yusuf kepada tabloid al hikmah.
Berawal dari berjualan skoteng di Bandung, ia menginap di rumah kakak
sepupunya di Cihaurgeulis. Mulai seusai shalat isya sampai jam 2 malam Yusuf
pun mulai menjajakan dagangannya dari rumahnya sampai Gegerkalong. Saat itu
udara terasa sangat dingin di Bandung, Yusuf terus bersemangat guna
membiayai istrinya yang sedang hamil. Terus teringat dipikirannya untuk
terus berjualan demi membahagiakan istrinya. Rupiah demi rupiah dia simpan
di celengan kalengnya. Hingga pada 25 Agustus 1975 lahirlah seorang bayi
laki-laki buah cinta Yusuf dengan Istrinya, perjuangan 20 hari berjualan
sekoteng akhirnya dapat membiayai persalinan istrinya.
Saat anaknya berusia 8 bulan, Yusuf pun membawa keluarganya ke Bandung.
Tinggal di Haur Pancuh bekas jongko pasar yang tidak layak huni sebagai
tempat bermukim keluarganya. Dan membeli gerobak sekoteng seharga 4500 milik
temannya. Yusuf pun kembali berjualan sekoteng. Dua tahun berlalu ternyata
jerih payahnya belum mampu mensejahterakan keluarganya. Ia memiliki
cita-cita untuk menyekolahkan anak-anaknya hingga jenjang perkuliahan. Tentu
ini cita-cita yang luar biasa menurut saya, dengan kondisi pada waktu itu
memiliki cita-cita yang hebat untuk keluarganya.
Tahun 1977 akhirnya Yusuf beralih menjadi penjual Gorengan, dengan modal RP.
67500 untuk membeli gerobak dengan peralatannya. Ia pun berjualan di sekitar
Ciliwung kota Bandung. Tapi cuman bertahan sebentar ia pun pindah ke jalan
Cendana, karena melihat ada seorang ibu yang juga menjual gorengan disana.
Ia memulai usahanya sesudah shalat Dzuhur sampai jam 21.00. Bersama sang
istri dan anak pertamanya yang baru berusia 2 tahun ia memulai berdagang.
Hari pertama, Yusuf mengeluarkan modal Rp.4000 untuk belanja dan hasil
penjualannya hanya 400. Tapi itu bukan hal yang membuat Yusuf mengeluh dan
menyerah. Berkat ketekunan dan doa Yusuf berserta keluarganya. Penjualan
gorengan dari hari ke hari semakin bertambah hingga akhirnya bisa mencapai
balik modal. Yusuf dan keluarga yang selalu sholat tepat waktu dan terbiasa
berpuasa senin kamis plus shalat sunat taklupa ia kerjakan juga.
Mulai dari berjualan dengan sepi pembeli sampai dengan huhujanan sambil
dorong gerobak bersama istri, anaknya di masukan ke dalam gerobak dengan
beralaskan kardus. Ketekunan Yusuf dan keluarga akhirnya berbuah hasil pada
1983 yusuf dapat membeli rumah sederhana dan pada tahun 1988 ia pun dapat
berhaji berdua bersama isterinya. Sepulang dari Haji usahapun semakin laris.
Mulai dari orang biasa sampai konglemerat pernah merasakan gorengannya, kini
ia telah bisa menyekolahkan ke empat anaknya hingga perguruan tinggi. Dua
orang diantaranya menjadi dokter umum. Tak lupa ia pun membantu anak
saudaranya untuk bersekolah sampai perguruan tinggi. Rumah yusuf pun satu
diantaranya didedikasikan untuk kepentingan umat dan sisanya untuk
anak-anaknya serta karyawannya yang kini berjumlah 10 karyawan. Tak lupa
kepada orang tuanya pun dibangunkan rumah dan naik haji. Sampai memberikan
beberapa bidang tanah untuk digarap oleh saudara-saudaranya di Cirebon dan
memperkerjakan tetangganya yang menganggur. Semua yang ia lakukan bukan
hanya untuk dirinya pribadi tetapi untuk sesamanya dan mengharapkan ridho
dari Allah SWT.
Semua yang dilakukan saat Yusuf masih sangat sederhana, prinsipnya memberi
sesuatu tidak mesti menunggu kaya. "Tekad saya, Allah ngasih rejeki. Supaya
rejeki itu langgeng, maka harus berbagi dan memang terasa manfaatnya" ungkap
Yusup. Sampai saat ini ia mengaku meraup keuntungan 3-4 juta perhari atau
90-120 juta perbulan, Omset bisa naik berlipat-lipat saat bulan pernuh
berkah tiba (Ramadhan). Itulah perjalanan Haji Yusuf Amin, pedagang gorengan
di Cendana Bandung yang berbodal tekad yang kuat untuk membahagiakan
keluarganya, mencari rejeki yang berkah tentunya dengan cara yang halal.
Sumber: dari sebuah milis.
Rujukan lain: http://us.bandung.detik.com/read/2009/03/06/083128/1095293/679/gorengan-cendana-garing-bikin-nagih
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment