Showing posts with label takdir. Show all posts
Showing posts with label takdir. Show all posts

Wednesday, January 9, 2013

Bila Allah Menduga Kita.....

...Hasil penulisan Syed Alwi Alatas....menjentik sedar!.Saya baru di duga...saya juga sering diduga..dan acapkali saya menyoal kenapa,kenapa ,kenapa?Saya melihat ke belakang....saya menyebak mmeori semalam....saya tetap menyoal kenapa,kenapa kenapa?Kelihatannya saya menyoal tulisan takdir.Sepertinya saya menolak ketentuan.(semoga Allah mengampunkan saya yang kurang ilmu ini ).

......BILA ALLAH MENDUGA KITA...buku ini memuntahkan ilmunya yang bukan sedikit. Bagi yang suka pembacaan santai ,tidak berat...ini bukunya. Kita bersantai membaca namun ilmunya mencurah untuk kita belajar menerima dugaan itu dengan cara yang lebih baik.Apa ertinya " setiap yang berlaku ,pasti ada hikmahnya"?.Itu frasa yang sering didakyahkan umum. Sering kita dengar...namun...saya sendiri gagal meinterpretasikannya dengan lebih jelas....main sebut saja...suka-suka sebut ,kata orang.
.....Mudah...yang saya mulai memahami...contohnya:..


Kenapa Allah jadikan kita seorang ibu yang tiba-tiba rasa marah bila melihat rumah disepahkan oleh alat permainan anak-anak?

....kerana dari rasa marah yang Allah terbitkan, anak akan belajar emosi diri...dia timbulkan rasa takut dalam diri anak jika dimarahi, dia belajar melihat riak wajah yang bertukar takala marah, dia belajar untuk memahami sesuatu yang salah dan betul...jika dia berbuat salah...secara automatiknya si ibu akan marah....di sudut yang lain pula...marah juga menjadikan kita belajar mengawal rasa sabar, tanpa marah kita tak mungkin belajar bagaimana untuk bersabar. Sabar itu akan mendorong kita mendidik anak-anak untuk berkemas semula. Tanpa sepahan tadi, tak mungkin ada didikan untuk mengemas rumah, tanpa sabar tiada juga didikan itu. Semuanya nampak kecil....dugaan yang Allah turunkan adalah kecil...dugaan "rumah bersepah"....namun signifikannya , banyak yang boleh dipelajari oleh anak-anak dan diri kita sendiri.


Itu pemahaman saya tentang" setiap yang berlaku ada hikmahnya".Saya tidak ingin memikirkan yang besar-besar dulu...saya ingin melihat sesuatu yang kecil kerana sebagai manusia...saya selalunya terlepas pandang hal yang remeh -temeh ini.
...Buku ini mengajar kita tentang cara bersyukur melalui tiga pendekatan:

.1.Bersyukur dengan hati
.2.Bersyukur dengan lisan
.3 Bersyukur dengan perbuatan.

....Saya terkenangkan sebuah Filem yang saya tonton lama dahulu. A LA CARTE...filem lama yang pernah memenangi anugerah. Berkisar kisah seorang pencuci pinggan mangkuk di sebuah restoran mewah. Dia menjalankan tugasnya dengan pemerhatian .Dia melihat pelanggan menikmati makanan lazat, mereka ketawa gembira, mereka di matanya begitu bertuah dan sempurna. Restoran dituup jam 12 tengahmalam, dia tamat tugas. Pelanggan beredar dan suasana sepi. Dia tetap di situ...dia mengutip sisa makanan dari apa yang ditinggalkan pelanggan...di bawa pulang dan dinikmati bersama teman dan jiran tentangga di perkampungannya yang sangat daif....seluruh kampung gembira, menikmatinya dengan riang tawa...mengucapkan terima kasih padanya bersungguh-sungguh..menikmati setiap makanan itu tanpa pembaziran walau seculin pun....Inilah yang boleh saya rangkumkan bagaimana kita belajar bersyukur melalui 3 pendekatan di atas.

....Bersyukur dengan hati....walau itu hanya sisa makanan , namun keriangan di saat mereka menikmatinya jelas terpancar dari hati. Bukan dibuat-buat...bukan dihadap dengan muka jelek..( ada di antara kita, melihat makanan saja sudah menyebut"macam tak sedap saja"...tapi mulut terus mengunyah hingga pinggan licin ).
..Bersyukur dengan lisan....mereka tak henti -henti mengucapkan terima kasih...Kita orang Islam...kita tukarkan dengan ucapan Alhamdullilah...ucaplah berkali-kali...ucaplah dari hati.Yakinlah...Allah Maha Mendengar dan Allah juga tidak pernah jemu mendengar uacapan kita.

..Bersyukur dengan perbuatan...TIADA PEMBAZIRAN!!!..walau itu hanya makanan hasil kutipan sisa baki, namun mereka menikmatinya tanpa sebarang pembaziran. Dalam ertikata lain...apa yang kita terima daripada Allah , disalurkan ke jalan yang sepatutnya, tidak disia-siakan ..tidak dipandang enteng.Itu yang dinamankan bersyukur yang sesungguhnya.

....Saya membaca, saya menilai diri....betapa jauhnya saya dari kesempurnaan itu. Saya masih belajar....kantung ilmu sangat cetek...jika anda membaca...saya mengharapkan anda juga mendapatkan sedikit manfaatnya...dan kita terus belajar bersama. Amin.

Posted by reyna ibrahim at 16:23

http://diksidarihati.blogspot.com/2012/02/bila-allah-menduga-kita.html

Thursday, June 10, 2010

Takdir


Takdir
Posted by muhammad safwan on Sunday, May 30, 2010
Labels: agama
Assalamua'laikum!

Pada hari ini, saya ingin menulis tentang apa yang telah saya baca walaupun tidak habis lagi dalam sebuah buku yang saya pasti masih berada dalam pasaran tempatan terutamanya di kedai-kedai buku seperti Popular. Buku tersebut bertajuk 'Bila Allah Menduga Kita'. Buku ini menceritakan kita yang masih ragu-ragu tentang takdir yang selama ini ditentukan oleh Rabbul 'Izzah kepada umat Islam malah kepada sekalian manusia.

Wahai saudara//saudari sekalian, kita sebagai seorang insan yang menganut agama suci Islam seharusnya sedar dan mengetahui bahawa kita sudah ditakdirkan oleh Allah dalam sesuatu perkara. Oleh itu saranan saya, janganlah kita menyalahi atau memburukkan takdirNya. Setiap manusia pasti mempunyai rintangan dan masalah yang menimpa mereka setiap hari. Tidak kira miskin atau kaya, susah atau senang, pasti masalah akan tetap menjelma dari setiap sudut kehidupan manusia yang kerdil ini.

Allah Yang Maha Berkuasa Lagi Maha Mengetahui segala apa yang berlaku dalam segenap kehidupan manusia. Allah telah menetapkan takdir pada diri seseorang supaya mereka menjadi lebih teguh dan kekal iman mereka kepada Allah. Takdir tersebut merangkumi pelbagai aspek yang jikalau difikirkan dalam-dalam akan menyebabkan kita tersesat selama-lamanya di dalamnya seperti kata Sayyid Mursalin yang melarang manusia untuk terlalu menyelami dan membicara permasalahan ini. Tanapa memikirkan hal-hal yang boleh membawa kepada dosa, cukuplah kita percaya dan beriman rukun iman yang keenam, Percaya pada Qadak dan Qadar sebagai medium dan bukti kita percaya takdir itu hanya di tangan Allah dan ia adalah benar.

http://blogsafwan.blogspot.com/2010/05/takdir-episode-1.html

Wednesday, May 12, 2010

Untuk Renungan Semua..~Sharing is Caring~


Untuk Renungan Semua..~Sharing is Caring~

Posted by HepiUnited at 12:23 AM

Ngah boring cari serial number..aku bc motivasi2 yg leh menaikkan semangat..then terbaca la petikan ini..Ini adalah petikan dari buku "Bila Allah menduga kita" karya Syed Alwi Alatas...
mari kita sama-sama merenung sejenak...

Ibnu Taimiyyah bercerita tentang seorang menteri yang selalu menjawab ‘baik’ setiap kali ditanya pendapatnya tentang sesuatu. Suatu hari menteri ini menghadiri acara makan malam bersama Raja. Ketika sedang memotong buah, Raja dengan tidak sengaja telah mencederakan jari telunjuknya sendiri. Pisau yang dia gunakan untuk memotong buah telah menyebabkan jari telunjuknya terpotong dan merasa kesakitan. Raja pun bertanya bertanya kepada menteri yang duduk di sebelahnya tentang kejadian yang baru saja dialaminya.

“Baik wahai Raja” jawab menteri itu tanpa keraguan.
“Apa? Kamu katakan ini baik?” Raja terperanjat dengan jawapan itu.
“Ya wahai Raja. Itu baik.”

Raja sangat marah dengan jawapan itu. Mana mungkin jarinya yang luka parah seperti itu dianggap menterinya sebagai hal yang baik? Maka dia pun memerintahkan menteri itu ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Kemudian Raja mengunjungi menterinya di penjara dan bertanya padanya, “Sekarang, apa pendapatmu tentang keadaanmu sendiri, masih mahu berada di dalam penjara seperti ini?”

“Baik wahai Raja” jawab menteri itu tanpa ragu-ragu.

Mendengar jawapan itu, Raja menjadi semakin marah dan segera meninggalkannya dan segera meninggalkan menterinya sendirian di dalam penjara. Dia merasa menterinya itu sangat bodoh dan keterlaluan dalam memberikan pendapat. Beberapa hari kemudian, Raja pergi berburu di dalam hutan dan ditemani menterinya yang lain kerana menteri yang biasa menemaninya telah dipenjarakan. Mereka pun berangkat dengan kuda menuju ke hutan. Oleh kerana menteri yang baru tidak biasa dengan cara Raja menunggang kuda, akhirya dia tertinggal jauh di belakang. Mereka terpisah dan Raja sendiri akhirnya sesat di dalam hutan. Bukan hanya tersesat, raja juga ditangkap oleh sekumpulan penyembah berhala yang tinggal di dalam hutan tersebut.

Raja tersebut ditahan oleh para penyembah berhala dan mereka menetapkan Raja sebagai korban untuk berhala mereka. Mereka melakukan upacara selama tujuh hari dan pada hari ketujuh mereka membawa Raja ke tempat persembahan. Saat Raja sudah siap untuk dikorbankan, mereka melihat jari telunjuk raja terpotong, lalu mereka ragu untuk mengorbankan Raja.

“Kita hanya mempersembahkan yang terbaik dan sempurna pada berhala kita” kata ketua suku yang memimpin upacara tersebut. “Orang ini jari telunjuknya terpotong, jadi dia tidak layak menjadi korban”. Dengan itu, mereka melepaskan Raja tersebut dan beliau kembali ke kerajaannya dengan perasaan yang gembira. Selang beberapa hari peristiwa itu, Raja teringat akan kata-kata menterinya yang telah membuatnya marah ketika jarinya terpotong.

Dia segera ke penjara dan berkata kepada menteri itu, “Apa yang kamu katakan waktu jari saya terpotong memang betul. Itu memang hal yang baik”. Lalu dia pun menceritakan apa yang dialaminya hingga dia akhirnya selamat dari ancaman kematian. Menteri itu berkata, “Saya berada di dalam penjara ini juga baik kerana jika saya pergi dengan Raja pada hari itu, saya juga pasti turut tertangkap. Tentu saya akan dijadikan korban kerana anggota tubuh saya lengkap dan tidak ada yang cacat”.

Maka Ibnu Taimiyyah menutup cerita ini dengan mengatakan, “Semua yang ditetapkan oleh Allah adalah baik"

p/S: Sesungguhnya yang buruk itu dtg dr Kita n yang Baik itu dtg dr Allah..

MaNuSiA DaN DugAaN...

MaNuSiA DaN DugAaN...

POSTED BY USRATI SAIDAH AT 4:13 PM

Assalamualaikum, izinkan cikah aka hafsah umar berbicara..

Hari Sabtu hari tu, kuar jap jalan-jalan ngan akak senior g makan-makan, kuar ke warta....pastu duk skejap kat depan kedai buku..dalam hati dah terfikir, dah lame tak beli buku baru(walaupun masih banyak buku kt bilik yg tak sempat dibaca...heheheh). Ditakdirkan oleh Allah tetiba tangan nie terpegang satu buku.. karangan SYED ALWI ALATAS yang bertajuk "BILA ALLAH MENDUGA KITA". Tajuk nie bila difikir-fikir balik mmg mcm terkena tepat kat btg hidung nie.. bak kte azri "troooosss"...maka, tanpa berfikir panjang duit dihulur, akad disebut sebagai tanda jual beli disambut..

Hsil pembacaan buku ni...cikah tertarik pada satu cerita yang Syed Alwi kaitkan dengan dugaan dan cara penerimaan makhluk tuhan paling bijak bestari nie, manusia la kn??...ceritenyer berbunyi begini...(kompang takda la..bace je)

Seorang pekerja bangunan sedang sibuk dengan kerjanya. Dia melakukan tugasnya dibahagian bawah bangunan , sementara rakan sekerjanya bekerja beberapa meter di atasnya. Kemudian pekerja yang diatas ingin meminta sesuatu daripada pekerja yang berada di bawah. Dia memanggil, namun tidak didengari walau sikit kerana bunyi dari mesin-mesin terlalu bising. Maka, timbul idea dalam fikiran si pekrja diatas untuk melemparkan sekeping duit syiling kebawah. Pekerja yang dibawah tidak mendongak ke atas. Ketika dia melihat ada syiling di atas tanah, dia mengambilnya begitu sahaja dan memasukkannya ke dalam poketnya. Pekerja yang diatas berasa kesal. Dia sekali lagi mengeluarkan kepingan syiling yang lebih besar dan melamparkannya ke bawah. Pekerja dibawah sekali lagi tanpa mendongak ke atas terus mengambil syiling tersebut lalu dimasukkan kedalam poketnya sama seperti kejadian yang petama tadi. Kemudian, pekerja diatas terus mengambil seketul batu lalu dilemparkannya kebawah. Lontarannya tepat mengenai topi keselamatan si pekerja dibawah. Setelah kejadian itu, barulah pekerja dibawah mendongakkan kepalanya ke atas.

Analoginya,

-pekerja dibawah ibarat manusia
-syiling ibarat nikmat kepada manusia
-batu pula ibarat dugaan atau musibah yang sangat digeruni oleh manusia

Sekarang ni...cikah dah nmpak cm2 benda yang korang fikir kn???? Pe yang korang fikir tu sume btol blaka...heehehehe

Manusia akan semakin hilang pertimbangan apabila semakin banyak nikmat yang diterima. Sampaikan ada diantara mereka beranggapan setiap kejayaan yang dimiliki oleh mereka adalah disebabkan oleh usaha atau kebijaksanaan yang mereka miliki. Contoh yang paling jelas kepada kiter adalah firaun..kegemilangan, kebijaksanaan dan kegagahan yang dimiliki menjadikan die seorang yang "over" sempat lagi mengaku tuhan plak tu...apekeheinye yeop???
So, kesimpulannya kan..Syed Alwi ni nk kabo betape kome termasuk la dgn teman sekali sering lupa dan alpa. Tidak pernah mengambil peduli ketika berurusan dengan kesenangan, tapi baru tersedor macam kena bom bila mana musibah tu datang menyapa...hehehehe... Maka betullah firman Allah S.W.T dalam surah AZ-ZUMAR ayat 49 yang mengatakan:
" Maka apabila manusia ditimpa bahaya dia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami dia berkata, " Sesunguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah kerana kepintaran. Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui."

WALLAHU'ALAM
Ini sahaja pengisian yang mampu untuk dikongsi bersama...insyaAllah, kalau dah habes buku ni dibaca, cikah akan cube ceritakan pulak ape bezanya usaha dan takdir...adakah dua2 elemen ni berada dalam ruang lingkup yang sama atau berbeza...(skdr yang cikah tahu je)..kalau da sbrag prtmbhan atau penolakan...jom kiter bersama2 kongsi idea..


****Lepas baca buku nie, trus demam..hehehehe, dugaan yang menyapa tanpa diduga waktu, masa dan ketika..

http://raudhatulibtisam.blogspot.com/2010/04/manusia-dan-dugaan.html

Is your trial tangible or not?


Is your trial tangible or not?

Posted by Mas Afzal at 20:13

A kind friend of mine who visited me at my home about a month ago gave me a book entitled "Bila Allah Menduga Kita" (When Allah Tests Us) by Syed Alwi Alatas, a very eye-opening book about trials and tribulations in life.

Having read the book, I sat down, pondered, and found out yet another blessing in disguise in my encounter with cancer. A blessing I find very exemplary of Allah's mercy to His creation.

In the Quran, Allah mentions in many verses about testing the Believers with deficiencies, such as being afflicted with illness and poverty.

We will surely put you to trial by involving you in fear and hunger and by causing loss of property, life and earnings. [Al-Baqarah:155]

These deficiencies in health and poverty are not meant to burden His servants, rather they serve as a mean to differentiate between those who sincerely are Believers and those who are merely liars.

Do the people think that they will be left alone after they have once said, "We have believed," and they will not be tested? [Al-Ankabut:2]

The fact is that we have put to test all those who have gone before them. Surely, Allah has to see who are the truthful and who the liars. [Al-Ankabut:3]

*When one becomes ill, he seeks for Allah's help. When one becomes poor, she strives to be closer to Allah.

*If previously one prays only his 5 obligatory prayers in a day, he now adds on the rawatib prayers and qiamullail.

*If previously one only recites a page of the Quran in a day, the pages recited now doubles and she adds the recitation of al-Mathurat on top of her daily Quranic readings.

*If previously one supplicates to Allah without even understanding the words muttered, he now makes the effort to know the mafhum (meaning) of the du'a recited.

These are how trials via the form of loss of health and wealth can turn people into. Allah gives them illness and poverty, somehow as a catalyst to turn them into more pious and thankful servants of Him.

In simple terms, illness, poverty, loss of lives are what I see as so-called 'tangible trials' by Allah. I believe that every human being is actually being put by Allah into their respective trials. Only that some people's trials are 'intangible'.

If I'm being honest, I am more afraid of these 'intangible trials'. What do I mean by 'intangible trials'?

Wealth. Good health. Fame.

These are the sort of things I see as the so-called 'intangible trials'. They are still trials by Allah, only that we can't feel the 'hardship' nature of the test.

**How many people out there who were once very pious, yet when they become rich, they turn their backs against Allah and claims that all their wealth are due to their own makings?!

**Or those who are never bothered to take care of their obligatory prayers just because they are never ill and therefore don't feel the need to ask from Allah?!

Man is such that when a little affliction touches him, he calls upon Us, and when We bestow Our favor on him, he says, "I have been given this because of my knowledge!" Nay, it is a trial, but most of them do not know. [Az-Zumar:49]

I remind myself firstly, and others. Let us not emulate the Pharaoh and Qarun. Arrogant and mindless of their God's presence when Allah puts them into the intangible trials of wealth and good health.

That is why I sometimes thank Allah again and again for putting me in such trial, a tangible trial, a trial that I hope should lead me towards becoming a better servant of Him.

And that, is the blessing in disguise.

http://masafzal.blogspot.com/2010/03/is-your-trial-tangible-or-not.html

Bila Allah Menduga Kita - Nixnadizy


Bila Allah Menduga Kita

Salam'alaik.
Selamat pagi dunia! Hari ini semoga lebih baik daripada hari semalam. =) insyaAllah.
Renungan untuk hari ini :
Hidup ini umpama lembah dan bukit yang terhampar di hadapan kita, jalan yang naik dan turun. Hidup tidak pernah terlalu sempurna sehingga kita selalu berada di atas, tidak pernah terlalu sempurna sehingga menawarkan jalan yang rata tanpa lubang sama sekali. Namun, hidup juga tidak pernah terlalu buruk sehingga menenggelamkan seseorang terus menerus di dasar jurang kehidupan. =)
petikan : Bila Allah Menduga Kita ; Syed Alwi Al-Atas

Bila Allah Menduga Kita, bagi sesiapa yang sedang menghadapi dugaan, cubaan dan cabaran dalam hidup cuba untuk baca dan hayati buku ini. InsyaAllah akan rasa lebih tenang. Tulisannya mudah difahami dan kisah2 di dalamnya menyebabkan kita tak terasa bahawa hidup kita ni terlalu sukar berbanding orang lain. Percaya dan yakinlah, apapun ujian yang mendatang, apapun dugaan dan nikmat yang Allah berikan, Allah sangat sayangkan hambanya. =) Alhamdulillah. =) Tidak sekalipun Dia meninggalkan hambaNya keseorangan. Semoga perkara yang berlalu menjadi pengajaran berharga buat diri. Semoga segala keluh kesah tiada lagi selepas ini. Aku cuba! Hadapi hidup dengan lebih tabah! ;) insyaAllah.
Wassalam.

DICATAT OLEH MUNADHIA DI 16:08

http://nixnadizy.blogspot.com/2010/04/bila-allah-menduga-kita.html

Bila Allah Menduga Kita - Citratus


THURSDAY, FEBRUARY 25, 2010

'Bila Allah Menduga Kita'

http://citratus.blogspot.com/2010/02/bila-allah-menduga-kita.html
By Citratus

Bila Allah Menduga Kita karya Syed Alwi Alatas merupakan sebuah buku terbitan Mustread Sdn Bhd ( 2010 ). Sejurus membeli, saya terus membacanya. Susunan dan gaya bahasa serta isi yang menarik menyebabkan saya menghabiskan 2 jam untuk segera menghabiskannya.

Secara ringkas, buku ini sebuah buku yang bagus. Apabila membacanya, ia mampu mencetus motivasi untuk kita sentiasa meletakkan sandaran kepada Allah dalam segala urusan kehidupan. Samada ianya suka mahupun duka, kita yakin ia sebagai satu ketentuan yang ditetapkan buat diri kita.

Penulis menekan dua sikap utama dalam menjalani memahami urusan takdir; iaitu syukur dan sabar. Sifat syukur dan sabar adalah senjata ampuh yang membuatkan seorang muslim itu gagah mengharungi segala kepahitan hidup.

Di halaman 118, penulis turut menyebut bahawa terdapat 3 cara bersyukur.

1 - Bersyukur dengan hati

Ini adalah yang pertama dan yang paling penting. Kerana orang yang hatinya tidak bersykur, maka lisan dan perbuatannya juga tidak bersyukur. Walaupun percakapan dan perbuatannya bersyukur, ianya tidak sempurna kerana ia tidak diikuti dengan kesedaran hati. Hati yang bersyukur sentiasa merasai nikmat dalam setiap keadaan.

2 - Bersyukur dengan lisan

Ucapan kesyukuran yang dizahirkan dengan ungkapan kata. Ianya mestilah ikhlas selaras dengan apa yang diucapkan.

3 - Bersyukur dengan perbuatan

Syukur dengan perbuatan maksudnya memanfaatkan pemberian sesuai dengan fungsi atau sesuai dengan maksud nikmat tersebut.


Surah An-Nahl, ayat 14.
وَهُوَ ٱلَّذِى سَخَّرَ ٱلۡبَحۡرَ لِتَأۡڪُلُواْ مِنۡهُ لَحۡمً۬ا طَرِيًّ۬ا وَتَسۡتَخۡرِجُواْ مِنۡهُ حِلۡيَةً۬ تَلۡبَسُونَهَا وَتَرَى ٱلۡفُلۡكَ مَوَاخِرَ فِيهِ وَلِتَبۡتَغُواْ مِن فَضۡلِهِۦ وَلَعَلَّڪُمۡ تَشۡكُرُونَ

Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan [untukmu] agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar [ikan], dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari [keuntungan] dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. (14)


Semoga kita sentiasa menjadi hamba-Nya yang bersyukur dalam susah mahupun senang.

Review Bila Allah Menduga Kita - Najibah


Review Bila Allah Menduga Kita

by Najibah

Saya menerima buku Bila Allah Menduga Kita daripada penulisnya, Tuan Syed Alwi Alatas, menjelang makan tengahari hari Khamis 11 Februari 2010, dengan sepotong janji. Beliau minta buku ini diulas di blog, beserta pesannya “tak perlu khawatir, saya akan menerima review yang diberikan, walau banyak kritik sekalipun.” Ini tugas sukar saya kira, bagaimana mengkritik sebuah buku yang telah dihadiahkan oleh penulisnya sendiri? Bagaimana saya dapat membendung kecenderungan biasa dalam hati manusia untuk terhutang budi pada si pemberi?

Namun Allah mempunyai aturannya sendiri. Buku yang saya tatap beberapa halaman pertamanya ketika waktu rehat 11 haribulan itu, rupanya menjadi bekal yang sangat penting menjelang petang dan malam harinya. Sekitar waktu Asar Khamis itu, saya menerima berita dari kakak sulung. Seorang adik sepupu yang sedang menuntut di UiTM Seri Iskandar, telah ditimpa kemalangan jalan raya dalam perjalanan pulang menyiapkan tugasan akademik dengan rakan-rakannya.

Saya bergegas pulang sebaik sahaja tamat waktu kerja, mencongak sama ada perlu ke Hospital Batu Gajah sebaik tiba di rumah, atau menunggu berita terkini keadaannya dari abang-abangnya yang sedang memandu ke sana. Namun dalam perjalanan, berita yang lebih memedihkan akhirnya tiba. Adik sepupu saya, telah dipanggil pulang oleh Allah. Pada usia 20 tahun.

Malam itu sanak-saudara memenuhi perkarangan bilik mayat Hospital Batu Gajah. Kami tiba saat jenazah sedang dimandikan, sempat turut serta mengafan dan mengucupnya sebelum disembahyangkan. Saya lihat wajah tabah ibu saudara saya, tidak ada air mata melinangi pipinya, dan ucapnya pada saya, dia reda. Saya cuba gambarkan diri di tempatnya, bagaimana kalau yang disembahyangkan itu anak saya, apakah saya bersedia?

Itulah sekilas inti buku Bila Allah Menduga Kita, yang sempat saya baca beberapa halaman, muncul semula dalam fikiran saya di sisi jenazah. Apakah saya bersedia jika dugaan Allah menimpa saya waktu itu, saat itu juga? Dan menurut pengarangnya, tidak ada yang lebih penting saat kita menerima dugaan, tidak kira dugaan nikmat atau kesedihan, melainkan persediaan kita. Ini kerana persediaan kita itulah yang akan menentukan, apakah kehidupan ini akan kita akhiri dengan penuh keimanan kepada Allah, atau sebaliknya, Nauzubillah.

Pada saya, buku yang telah saya khatam ini sebenarnya buku yang serba sederhana. Namun usah cepat bingkas, kerana acapkali, kesederhanaan itulah yang lebih menyentuh dan meninggalkan bekas.

Kesederhanaan pertama yang saya temui pada buku ini adalah dari susunan bab-babnya. Hanya ada tiga bab utama saja dalam buku ini, iaitu ‘Berprasangka Baiklah Pada Tuhanmu’, ‘Iman Terhadap Takdir’ dan ‘Agar Anda Selalu Menang dan Bahagia’. Di dalam setiap bab ada subbahagian yang merupakan tajuk-tajuk kecil yang saling berturutan dan berkaitan, menyoroti setiap topik dengan santun dan tidak gopoh-gapah, dibumbui pelbagai kisah dari zaman Rasulullah s.a.w. sehinggalah apa yang kita sering hadapi pada masa kini. Di sinilah kesederhanaan itu bagi saya bertukar menjadi istimewa, kerana selitan kisah semasa membawa kedekatan masalah kepada kita, dan tidak meninggalkan kita terawang-awang mengenai peristiwa ratusan tahun lampau semata-mata. Dengan jelas, aplikasi ilmu sudah dinampakkan kepada kita secara bersahaja.

Selain itu, pendekatan pengarang yang menulis dengan bahasa yang sederhana, tetapi mengajak dan sesekali sedikit menggesa pembaca menempatkan diri dalam keadaan tertentu, turut memberi saya kesan. Mungkin ada segelintir yang tidak selesa dengan cara penulisan begini yang dianggap menggurui pembaca, tetapi saya tergolong di kalangan yang tidak kisah. Apatah lagi kalau membaca buku agama. Pada saya, kenapa tidak boleh pengarang itu menggurui saya, kalau ternyata saya memang layak menjadi muridnya? Dan bukankah membeli buku agama karangan sesiapapun, bererti kita telah sudi untuk digurui pengarangnya secara tidak langsung?

Dan benar, Syed Alwi Alatas telah banyak menggurui saya melalui buku ini. Saya rasa saya mampu melihat ujian Allah dengan kaca mata baru setelah menyudahkan bacaan. Saya ingat antara pengulangan yang ditekankan oleh pengarang dari sebuah hadis Rasulullah s.a.w., “Raihlah apa yang bermanfaat bagimu”, walaupun ketika itu kita sedang bergelumang dengan ujian. Dua kisah dari riwayat hidup Hasan Al-Banna dan Ummu Sulaim, sudah cukup untuk menjentik hati dan meninggalkan kesan.

Betapa juga, pandangan saya tentang beberapa hal yang saya anggap kecil (tetapi hakikatnya besar) mengenai takdir, selama ini terpendam begitu sahaja dan tidak berani saya terokai, ada jawapannya dalam buku ini. Saya ada kisah peribadi yang sangat berkait Bab 2 (Iman Terhadap Takdir). Sewaktu arwah Ayah saya meninggal di Mekah ketika usia saya 15 tahun selepas waktu haji, lima hari sebelum pulang ke Malaysia, saya sangat tertanya-tanya, kenapa doa dan tangisan saya dalam solat hajat setiap malam, sepanjang beberapa puluh hari arwah di sana (kecuali satu hari saya tertinggal), tidak dikabulkan Allah? Adakah kerana satu hari yang tertinggal itu?

Saya tahu, arwah Ayah sangat uzur ketika bertolak, malah doktor mahu membuat pembedahan pintasan jantung sebelum arwah berlepas, tetapi saya sangat tertanya-tanya, kenapa akhirnya arwah tidak dikurnia usia lebih panjang untuk pulang bertemu saya yang telah berdoa dan berdoa? Meskipun saya telah meredai pemergian arwah lama dahulu, tetapi saya selalu mencari jawapan yang memuaskan, yang dapat memberi ketenangan penuh mengenai masalah takdir ini, dan Alhamdulillah, buku ini menemukan saya dengan jawapannya. Ya, sebuah buku yang sederhana, tetapi menjadi sangat bermakna!

Akhirnya saya memahami, ada dua senjata penting dalam menghadapi kehidupan, tidak kira sewaktu dunia saya sedang bergolak, mahupun ketika dunia saya diempuki nikmat, iaitu sabar dan syukur. Saya berharap saya dapat menggunakan kedua-dua senjata ini pada masa sepatutnya dengan rahmat dan kurnia Allah. Penerangan panjang lebar pengarang dalam Bab 3 mengenai dua keperluan penting ini, akan mampu memberi kejelasan dan ruang lingkup baru pengamalannya.

Namun tidak dapat saya nafikan, buku ini mungkin tidak sebermakna seperti yang saya luahkan bagi orang lain, kerana sudut pandang manusia dalam hidup tentulah berbeza-beza. Apatah lagi, buku ini saya baca saat sedang menghadapi dugaan kehilangan, serta desakan pengalaman lampau yang mengesankan jiwa remaja saya 15 tahun lalu. Semua penilaian berbalik kepada diri kita, kerana diri kita semua bukanlah ‘tabula rasa’. Selain itu, mungkin juga pandangan saya yang sangat menyenangkan mengenai buku ini tercipta kerana saya telah terhutang budi menerimanya sebagai hadiah.

Walau bagaimanapun, satu kehampaan yang ingin saya bangkitkan mengenai buku ini, iaitu ayat-ayat Al-Qur’annya hanya ditampilkan dalam bentuk terjemahan sahaja, manakala ayat-ayat yang asli tidak dimasukkan bersama. Penghayatan ayat-ayat Al-Qur’an dalam bentuk asalnya bagi saya adalah penting dalam sesebuah buku agama. Ini sedikit sebanyak mencacatkan, saya kira. Barangkali keputusan pihak penerbit turut memainkan peranan dalam hal ini.